Selasa, 29 Desember 2009

Kejadian Sebelum Berangkat Kerja

Kejadian 1
Saat saya sedang berkumpul di halaman rumah dan sedang berbincang-bincang dengan ibu-ibu tetangga, Jauzi datang mendekat:
Tetangga : Tumben mbak, jam segini udah dirumah?? Kemarin-kemarin, jarang kelihatan.
Saya : Iya neh, lagi ga ada urusan diluar. Lagi malas juga berlama-lama dikantor.
Jauzi : Bunda, ga boleh kerja lagi ya!!
Tetangga : Nanti kalo bundanya ga kerja, ga punya uang dong!
Jauzi : Ga papa ga punya uang. Nanti bunda aku kasih uang 1.
Tetangga : Loh...nanti kalo ga punya uang, ga bisa jajan deh!
Jauzi : Aku 'kan ga suka jajan tante!
Saya : Hehehehe...bisa aja neh anak!!

Kejadian 2
Suatu hari saat saya hendak bersiap-siap berangkat kerja.
Jauzi : Bunda ga boleh kerja!!
Saya : 'Kan bunda kerja mo cari uang untuk bayar sekolah kakak, buat beli makanan juga...
Jauzi : Engga, pokoknya bunda ga boleh kerja! Klo bunda pergi kerja, nanti aku masukin ke penjara!!
Saya : Hehehehe...(dalam hati bertanya-tanya, ini anak udah tau belum ya apa itu penjara. Sungguh teganya teganya teganya! Masa ibunya sendiri mo dimasukkan ke dalam penjara!!).

Kejadian 3
Seperti biasa, sebelum berangkat kerja, ada ritual yang biasa saya lakukan bersama anak-anak. Ritual itu adalah berputar-putar keliling komplek dengan menggunakan motor. Cukup dua kali putaran, maka Zayyan akan melepas saya kerja dengan senyuman. Lain halnya dengan Jauzi,
Saya : Kak, bundanya berangkat dulu ya!!
Jauzi : Aku mau putar-putar lagi...
Saya : 'Kan udah barusan. Bundanya nanti terlambat deh masuk kerja!
Jauzi : Aku mau naik motor lagi (sambil tangannya memegang erat stang motor).
Saya : Nanti sore aja lagi Kak!
Jauzi : Engga mau. Aku maunya sekarang aja. Bunda ga boleh kerja!!
Saya : Udah turun, nanti sore lagi naik motornya. Kemarin kan bunda udah beli Yakult. Kakak boleh minum satu aja sehari. Buruan, nanti Yakultnya diambil ama adik looo...
Jauzi langsung turun dari motor dan buru-buru berlari ke kulkas. Setelah itu, dia dengan senyum manisnya keluar rumah lalu mencium pipi saya dan melambaikan tangannya. Pertahanannya jebol juga...hehehehe...

Alerg!



Beberapa minggu yang lalu, saya menyempatkan diri memasak. Menu kali itu, cumi kecap saus tiram ditemani oleh sayur oseng kacang panjang. Bukan menu yang spesial memang, karena ini sudah kesekian kalinya saya membuatnya. Seperti biasa, sebelum malam menjelang, masakan buatan saya sudah habis dilahap oleh seisi rumah (bukan karena enaknya, tapi karena tidak ada pilihan lain, hehehehe).
Keesokan harinya, muncul reaksi yang sangat tidak diduga. Si mbak menemukan beberapa bercak-bercak merah seperti biduran dibeberapa bagian tubuh Zayyan (23 bulan). Awalnya, kami hanya menyangka bahwa badannya digigit semut. Tapi semakin sore, bercak tersebut makin menyebar dari mulai ujung kaki hingga ke bagian kepala dengan disertai suhu tubuh yang agak meningkat plus dibagian yang terkena bercak, agak membengkak. Kecurigaan pertama, mungkin cacar air. Tapi buru-buru hal itu kami tepis mengingat Zayyan sudah pernah diimunisasi cacar (varicella) saat berusia 15 bulan. Sepengetahuan saya, jika telah diberi vaksin cacar air, jikapun terserang cacar air, resiko yang ditimbulkan tidak sebesar orang yang belum pernah divaksin. Jadi, cacar air kami coret dari daftar tersangka. Zayyan tetap beraktifitas seperti biasa, hanya saja sedikit rewel. Untuk mengurangi rasa gatal, kami memberinya bedak antiseptik.
Dua hari berlalu tanpa ada kemajuan yang berarti. Kami berusaha menghubungi dokter anak langganan, hanya saja kali ini kami kurang beruntung. Dokter Partiwi sedang seminar diluar kota. Dokter Eka Nurfitri sedang menunaikan ibadah haji. Pilihan terakhir, ke sebuah rumah sakit ibu dan anak dimana dulu Jauzi lahir.
Anak-anak lumayan senang saat diajak ke rumah sakit. Mungkin itu salah satu hiburan bagi mereka karena bisa jalan-jalan ke tempat yang sudah lama juga tidak mereka kunjungi.Untung saja, dokter tersebut masih praktek disana dan sedang praktek hari itu. Kebetulan juga, hari itu pasien anak-anak tidak terlalu banyak sehingga kami tidak perlu lama menunggu dalam daftar antrian.
Sepanjang menunggu, banyak mata memandang ke arah Zayyan. Mungkin mereka heran akan apa yang sedang dideritanya. Badannya terlihat membengkak namun dia tetap aktif berlarian kesana kemari.
Giliran kami pun tiba. Dokter langsung memeriksanya dan menanyakan riwayat kesehatan Zayyan. Dulu saat masih dibawah satu tahun, Zayyan pernah didiagnosis alergi terhadap debu. Sempat terserang batuk yang lumayan lama hingga harus beberapa kali di terapi inhaler dengan nebulizer. Diagnosis dokter kali ini, tepat seperti dugaan kami, yaitu alergi. Namun alergi kali ini, kami hanya dapat menduga-duga pencetusnya. Tersangka utama yaitu cumi. Jadi, cumi kami singkirkan dulu untuk sementara waktu dari menu masakan. Dokter tidak memberikan banyak obat karena pada dasarnya alergi itu tidak ada obatnya. Yang diperlukan hanya menghindari pencetusnya. Sekedar berjaga-jaga, dokter memberikan resep Parasetamol, sabun cair antiseptik dan beberapa vitamin penguat daya tahan tubuh. Tidak semua resep yang diberikan saya tebus. Selain karena sebagian sudah ada, kami juga tidak ingin menebus obat yang tidak terlalu diperlukan.
Alhamdulillah, pada hari ke-5, berangsur-angsur badan Zayyan kembali normal. Bercak-bercak kemerahan dan bengkaknya perlahan menghilang. Zayyan pun kembali beraktifitas dengan lincahnya sembari bernyanyi riang...tatu tatu...aku tayang mbuuu...