Jumat, 09 Juli 2010

Luna-Ariel di Mata Seorang Anak

Beberapa minggu ini, publik disibukkan oleh berita menghebohkan mengenai video porno yang melibatkan beberapa selebritis Indonesia. Saking hebohnya, hampir setiap hari beritanya muncul baik di media cetak maupun media elektronik. Entah bagaimana, anak saya, Jauzi yang rajin memanteng televisi demi mendapatkan hak tonton film-film kartun kesukaannya, mulai mencerna kasus video mesum tersebut. Saat itu, saya sedang berleyeh-leyeh di tempat tidur dengan ditemani kedua anak saya tersebut. Saat tak sengaja, pakaian saya tersingkap, ia lantang berbicara:

Jauzi: "Bunda, jangan buka-buka baju. Nanti ditangkap ama pak polisi lhoo.."(sambil
menutup pakaian saya yang tersingkap tersebut)
Saya : "Kok ditangkap polisi? Emang kenapa?"
Jauzi: :Iya lahhh, itu Luna Maya buka-buka baju, makanya dia ditangkap pak polisi."
Saya : Ya ampyuunnn...kamu nonton beritanya jg ya???" (melongo sambil terkaget-kaget)

Selasa, 11 Mei 2010

My Friend's Wedding

Pagi ini, saya menerima sebuah email yang berisikan sebuah undangan ke pesta pernikahan salah satu dari teman kuliah saya dulu. Bukan sesuatu yang istimewa memang. Yang membuatnya menjadi menarik adalah di akhir undangan itu terselip penggalan lirik lagu lawas dari Bryan Adams and Barbra Streisand - I Finally Found Someone.

Romantis sekali!! Begitu kesan pertama yang saya tangkap. Terkadang lagu dapat menggambarkan perasaan seseorang. Melalui lagu tersebut, mungkin kedua calon mempelai, bercerita secara tersirat bahwa dari perjalanan yang telah ditempuh dengan melalui berbagai rintangan (kalau ada), beberapa persinggahan, akhirnya mereka menemui titik akhir dari perjalanan dan berlabuh. Saya katakan berlabuh karena menikah - menurut analogi saya pribadi- merupakan titik awal dua insan untuk bersandar di pelabuhan untuk selanjutnya berlayar kembali mengarungi lautan bebas.

Pernikahan bukanlah akhir dari segala-galanya. Justru pernikahan merupakan awal bagi dua manusia yang berbeda - jenis kelamin (ya iyalah), latar belakang sosial ekonomi, kepribadian, dan lain-lain - untuk saling belajar dalam menerima dan mengatasi perbedaan tersebut. Dalam perjalanan berlayar di lautan bebas tersebut, bisa dipastikan riak ombak akan menghadang. Arus yang kuat juga terkadang membuat perahu bergoyang dan berpindah dari jalur yang sudah ditetapkan semenjak awal perjalanan. Diperlukan seorang nahkoda yang cerdas dan kuat (dalam arti kiasan dan arti sesungguhnya) dengan didampingi awak kapal yang juga mampu mendukung dan memberikan petunjuk arah hingga menjadi mitra yang saling melengkapi.

Satu komando, dengan diiringi komunikasi yang terjaga secara intens dan bertaburkan kasih sayang, dan adanya pengertian yang tulus dan ikhlas, membuat perjalanan menjadi lebih indah. Ombak yang besar, badai yang membayangi, dan berbagai rintangan, membuat perjalanan menjadi lebih bermakna. Ada pelajaran-pelajaran hidup yang bisa dipetik dari setiap peristiwa tersebut. Jatuh bangunnya perjalanan itu, membuat kita semakin dewasa dan menemukan makna cinta yang berbeda-beda.

Salah satu teman saya pernah bertanya, apa enaknya menikah? Saat itu saya tidak dapat menjawabnya secara gamblang. Yang pasti, saya hanya menekankan bahwa menikah membuat hati dan pikiran menjadi tenang dan tentram. Berbeda pendapat atau pendapatan itu hal yang biasa. Lantas bagaimana dengan nasib cinta saat pernikahan sudah mencapai angka 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan seterusnya? Akankah cinta itu masih ada dan tetap sama? Seorang teman yang sudah lebih dari 10 tahun menikah, mengatakan bahwa yang mengikat mereka adalah komitmen. Komitmen untuk tetap bersama dan membesarkan buah hati mereka.

Rasanya mungkin saya belum pantas untuk menjawabnya. Pernikahan saya baru seumur jagung, belum genap 5 tahun saya berlayar dibiduk pernikahan. Selama 5 tahun ini pula, cinta yang saya punya berbeda-beda rasanya. Tidak sama seperti cinta yang saya miliki saat saya masih belum berstatuskan istri. Cinta yang saya miliki saat ini, bukan cinta yang menggebu-gebu dan meledak-ledak. Entah apa namanya...yang pasti cinta itu masih ada......

(renungan tengah malam saat insomnia melanda...ditemani suami yang asik nonton TV dan sebuah lagu kenangan kita berdua, LOVE WILL KEEP US ALIVE by The Eagles)

Yang Ku mau by Krisdayanti*

Seringnya ku berpikir sampai penat
Tak jua kutemukan jalan keluarnya
Jika memang bukan ini sudah tamatkanlah
Karenaku tak mau waktuku terbuang

Jangan memaksakan ini
Jika memang bukan ini
Karena sesuatu yang peka
Buat kita jadi masalah

Yang ku mau ada dirimu
Tapi tak begini keadaannya
Yang ku mau selalu denganmu

Jika Tuhan mau begini
Rubahlah semua jadi yang ku mau
Karena ku ingin
Semua berjalan seperti yang ku mau

Jangan memaksakan ini
Jika memang bukan yang ini
Karena sesuatu yang peka
Buat kita jadi masalah

*tiba-tiba kepingin dengar dan nyanyi lagu yang sudah lama ini...

1, 2, 3, 4







Tanggal 9 Mei 2010, 2 hari yang lalu, anak saya Nafiisah Jauzi merayakan hari kelahirannya yang ke-4. Tidak terasa, waktu cepat bergulir. 4 tahun berlalu dengan banyak perkembangan yang sangat signifikan. Cerita dan celotehannya (kadang diluar perkiraan saya) mengisi hari-hari saya dengan penuh keceriaan. Ulang tahun kali ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, dirayakan hanya dengan keluarga terdekat saja. Bukan berupa pesta besar-besaran. Cukup dengan sepotong kue ulang tahun yang dihiasi sebuah strawberry kesukaannya dan lilin bertuliskan angka 4. Yang teristimewa tentunya ucapan syukur dan doa dari seluruh keluarga dan teman-teman terdekat atas berkah usia dan kesehatan yang tidak terkira.

Well, untuk ulang tahun Jauzi kali ini, saya tidak dapat memberikan banyak kejutan berupa hadiah maupun makanan. Hanya sebait doa dan harapan agar kelak ia menjadi anak yang taat dan mencintai Tuhannya tanpa pamrih, menjaga akhlak dan perbuatannya dengan menebarkan cinta kasih kepada sesama mahluk hidup ciptaan-NYA dan selalu diberikan rahmat sehat dan usia yang penuh keberkahan oleh-NYA. Amienn...happy birthday Jauzi...Bunda sayang Jauzi...big hug!!!

Rabu, 28 April 2010

Tugiron??

Masih seputar vertigo.

Salah 1 resep vertigo andalan ibu saya yaitu Merislon dan Stugeron. Namun karena komunikasi kita saat itu melalui jaringan handphone, suara dan informasi yang saya dapatkan tidak sejernih seperti jika saya berkomunikasi secara tertulis ataupun langsung. Saya hanya mendengar Merislon dan Tugiron. Awalnya saya meminta suami untuk membeli obat tersebut ke apotek. Lalu dia tertawa terbahak-bahak karena menurutnya nama obat tersebut lucu dan mengingatkannya pada nama-nama pria Jawa. Akhirnya, karena obat tersebut tidak dapat diperolehnya, saya berinisiatif mencarinya sendiri di apotek terdekat.
Saya : Mbak, ada obat Tugiron ga? (berbicara dengan nada serendah mungkin! Malu bo'!)
Apoteker : Tugiron?? (mengernyitkan dahinya dan memasang muka bingung). Stugeron kali?
Saya : Iya kali mbak! Boleh lihat ga! Itu obat vertigo bukan?
Apoteker : Iya, obat vertigo

Kemudian si mbak apoteker masuk dan mencari obat yang ternyata judulnya Stugeron bukan Tugiron!!

Hahahaha!!! Ada-ada aja deh...

Stres, Vertigo dan Perhatian

Hari ini merupakan hari ke-13 sejak serangan vertigo pertama kali menemui saya. Serangan yang terjadi secara tiba-tiba pada pagi hari, tepatnya saat saya terbangun dari tidur, benar-benar meluluhlantakkan kekuatan yang ada di tubuh saya. Pagi itu, saya terbangun dengan kondisi setengah terkejut, saat saya berusaha untuk berdiri, dunia terasa berputar dengan kencangnya sampai-sampai saya tak sanggup untuk mengangkat badan. Reaksi awal, membangunkan suami - kebetulan anak-anak saya sudah lebih dahulu terbangun - dan meminta tolong untuk diambilkan kantung plastik. Selain kepala terasa berputar-putar dan pusing, isi perut juga seperti minta untuk dikeluarkan. Tidak banyak yang bisa dikeluarkan karena pagi hari tentunya belum ada makanan barang sesuap pun yang sempat singgah diperut. Not even a glass of water.

Tindakan saya selanjutnya adalah berbaring dan memejamkan mata karena tiap kali saya menggerakkan badan, setiap kali itulah rasa mual dan sensasi berputar yang hebat yang akan mendera saya. Saya mangabarkan ketidakhadiran saya ke atasan melalui sms. Tak lupa, saya juga mengabarkan salah 1 sahabat saya mengenai sakit saya itu. Hari itu, saya habiskan dengan berbaring tertidur, makan dan minum di tempat tidur, bahkan kalau bisa segalanya diselesaikan ditempat tidur. Hehehehe...Sebelumnya, saya pernah merasakan sensasi vertigo saat saya masih duduk dibangku kuliah. Namun saat itu kejadiannya hanya berlangsung selama 1 hari. Setelah minum suplemen vitamin dan penambah darah, juga tidur seharian, vertigo itu lenyap tak berbekas.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya mencoba mengaplikasikan terapi pengobatan yang sama. Namun sepertinya, belum berhasil. Teringat, bahwa ibu dan kakak perempuan saya juga pernah menderita penyakit yang sama, akhirnya saya berusaha menelpon mereka. Muncullah 4 buah resep obat-obatan yang pernah mereka konsumsi saat terkena penyakit vertigo. Mertigo, stugeron, merislon, dan suplemen penambah darah. Saya mencobanya satu persatu. Lumayan berhasil menghentikan mual yang saya derita. Tapi sensasi berputarnya tetap masih hinggap dikepala saya. Beberapa acara yang sudah saya rencanakan sejak awal, terpaksa dengan memendam sedikit kekecewaan, saya batalkan.

Dengan sedikit kekuatan, saya mencoba menelusur di internet mengenai seluk beluk penyakit vertigo. Berikut sebagian dari informasi yang saya dapatkan dari www.medicastore.com. Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penyebab vertigo bermacam-macam. Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bisa mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Ménière (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan karena infeksi virus).

Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang.

Hingga hari senin, vertigo itu belum kunjung lenyap. Akhirnya saya dengan ditemani suami, memeriksakan diri ke dokter spesialis syaraf. Dokter yang seharusnya praktek mulai pukul 19.30, datang setengah jam kemudian. Saat menunggu giliran, beberapa orang yang duduk disebelah saya, bertanya ikhwal keberadaan saya disana. Dengan sedikit berbisik, saya sebutkan bahwa saya hendak memeriksakan diri ke dokter syaraf. Sengaja saya berbisik, karena saya sudah dapat menduga reaksi orang umum jika saya menyebut dokter syaraf. Contoh kecilnya, ya suami saya. Saat saya katakan hendak ke dokter syaraf, dia bilang begini: "Emang kenapa dengan syarafmu? Apa dirimu sudah mulai gila ya?." Dengan enteng saya jawab, "Justru karena udah mulai bener neh otak, makanya jadi vertigo!."

Saat berkonsultasi dengan dokter spesialis syaraf, saya diuji dengan serangkaian gerakan-gerakan. Dokter yang menurut saya agak sedikit angkuh dan pelit informasi ini, mungkin agak terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Hingga akhirnya, dia meresepkan serangkaian obat dan mendiagnosis saya terkena vertigo. Tapi penyebab vertigonya belum dapat diketahui kecuali saya melakukan beberapa tes seperti citiscan ataupun BERA. Beliau menyarankan saya melakukan tes BERA yang berkaitan dengan syaraf yang ada dipendengaran. Namun tes tersebut, baru bisa dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati dengan sebelumnya harus mendaftarkan diri (katanya harus mengantri untuk dapat giliran tes) dulu setiap hari senin dan selasa. Dokter tersebut pun hanya memberikan jatah istirahat dirumah selama 1 hari, yaitu hari senin saja. Sungguh teganya dirinya!!!!

Hari selasanya, dengan kondisi masih memprihatinkan, saya mulai beraktifitas kembali. Banyak yang tidak percaya saya sakit karena saya masih bisa bercanda ria. Saya memaksakan diri untuk kembali bekerja, karena saya tidak mau dikalahkan oleh penyakit. Toh saya sudah berikhtiar dengan berkonsultasi ke dokter dan meminum obat-obat yang diresepkan. Selama beberapa hari beristirahat dirumah, saya menyempatkan diri merenung atas segala yang terjadi belakangan ini dan berusaha mendekatkan diri kembali dengan kedua buah hati saya dan tentunya dengan suami tersayang. Beberapa minggu belakangan ini, saya terlalu memforsir diri saya untuk banyak hal yang mungkin nilainya tidak sebanding dengan kesehatan saya. Tidur yang kurang, terlalu sering dan banyak mengukur jalan, dll. Beberapa hal yang menganggu pikiran saya, menyita seluruh energi saya untuk kemudian mengendap menjadi gumpalan-gumpalan kristal yang menggelayuti setiap langkah dan hati. Ada beberapa hal dalam hidup saya, yang memberatkan pikiran, yang tidak mungkin saya bagi dengan orang lain tersimpan rapi di alam bawah sadar. Mungkin saya stres, mungkin juga tidak. Karena saya selalu berusaha menikmati segala kejadian ataupun lika-liku hidup dengan senyum. Kalaupun saya harus kesal dan marah, biasanya saya tumpahkan saat itu saja dengan orang yang sangat saya percaya untuk selanjutnya kembali mengisi hari dengan senyuman. Toh tidak semua orang perlu tahu apa yang sedang saya rasakan dan saya inginkan bukan? Saya hanya ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan tidak ingin menjadi benalu bagi kehidupan orang lain.

Other reason is mungkin pola makan saya berubah sangat drastis sehingga badan saya belum mampu menerima perubahan itu. Sebagai penderita tekanan darah rendah, tidak seharusnya saya berdiet makanan terlalu ketat. Mungkin yang terbaik adalah diet yang diimbangi dengan olahraga. Semua alasan-alasan tersebut saya kembalikan dengan keikhlasan yang teramat dalam. Bahwa mungkin Allah SWT punya cara tersendiri untuk menegur umat-NYA. Bahwa saya mungkin selama ini banyak melalaikan kewajiban saya sebagai hamba, kewajiban saya sebagai imam bagi seluruh organ tubuh saya hingga lupa bersedekah bagi tubuh yang hanya titipan semata ini. Mungkin ini juga sebuah rem yang bagus agar saya agak sedikit memperlambat laju diri yang kadang tidak terbendung dan tidak termaknai.

Saat saya terbaring sakit, hujan perhatian banyak saya dapati. Dari teman-teman kantor, teman main, keluarga dan terutama dari kedua buah hati saya dan juga suami (yang terakhir ini, dengan terpaksa disebut karena saat saya sakit, dia banyak menyindir dan meledek penyakit saya. Tapi hal itu saya anggap salah 1 bentuk perhatiannya yang tidak terungkapkan dengan kata-kata manis). Bayangkan, saat saya mual dan muntah, saya selalu menyediakan 1 kantong plastik untuk menampung apa yang saya keluarkan. Lalu dengan santainya dia bilang, "Kamu kayak naik bus malam aja pake sedia kantung plastik? Lain kali naik bus yang agak elitan dong biar ga muntah!." Atau begini, "Udah ganti aja ama kepala monyet! Monyet ga pernah sakit kepala tuh!." Bayangkan sodara-sodara....betapa perhatiannya dirinya terhadap saya! Hihihi...love u full deh!

Kemudian, anak saya tertua, Jauzi juga mencurahkan perhatiannya lewat kata-kata manis. Katanya, "Bunda, cepat sembuh ya...makanya jangan pulang malam-malam terus!." Bahkan dia juga berkata, "Bunda kok makan dan minum ditempat tidur seh? Kayak orang mati aja!." Gubrak...lalu saya jawab begini, "Nak, kan orang mati udah ga pengen makan dan minum lagi! Jadi Bunda ga kayak orang mati dong!." Hehehehe...lain lagi dengan anak lelaki saya. Dia tidak banyak bicara. Hanya beberapa menit sekali, dia masuk ke kamar dan mencium pipi saya sambil berkata, "Undaaa...!!." So sweeettttt...

Teman-teman juga banyak yang menelpon dan mengirim sms bahkan berniat menjenguk saya ke rumah. Ada juga yang menanyakan kabar via Facebook maupun email. Thanks guys!! Terima kasih atas segala perhatiannya yang menjadi obat tersendiri buat saya. Sedikit waktu yang diluangkan, sapaan-sapaan hangat, ajakan-ajakan untuk jalan dan mutar-mutar sejenak, kebawelan bertanya tentang perkembangan penyakit saya dan kelanjutan pengobatan, bahkan ledekan-ledekan maupun guyonan yang konyol, banyak membantu saya melupakan sejenak segala kepeningan dan sensasi berputar yang saya rasakan. Can't say a word...u already knew and feel it lah!!

Anyway, walau sekarang rasa pusing itu telah sirna, tapi sensasi mengambang dan ketidakseimbangan masih saya rasakan. Don't worry...sampai saat ini saya masih bisa menikmati rasa sakit itu dan tetap berusaha bersyukur atas segala yang telah diberikan-NYA pada saya sekarang ini. Insya Allah, dibalik musibah ada hikmah yang dapat saya petik. Tentunya saya tetap akan berjuang melawan rasa sakit ini dengan terus berikhtiar dengan berkonsultasi ke dokter. Rencananya, saya akan berkonsultasi kembali dengan dokter THT. Tapi mungkin tidak untuk minggu ini ya..karena saya masih mencoba kemanjuran obat yang sedang saya konsumsi sekarang. Selain itu, mungkin ada beberapa alasan lain yang tidak ingin saya ungkapkan sekarang.

Ok then...saatnya terlelap untuk menyongsong kembali hari esok yang penuh dengan semangat.

Cheers...I LOVE U ALL!!

Minggu, 25 April 2010

Wishes...

Star light, star bright,
First star I see tonight,
I wish I may, I wish I might,
Have the wish I wish tonight.

-Nineteenth century American nursery rhyme-

(Dear God, please make my wishes come true. Only You knows what I wish for this time....I'll keep move on!!)

Senin, 12 April 2010

I Have a DREAM...

Tulisan kali ini terinspirasi oleh salah satu status dari teman saya di Facebook yang berbunyi "Last night I had a beautiful dream..it was you, sitting on your bed and smiling on me :)." Soooo...soooo...romantic dan menyentuh!! Membuat air mata saya tergenang dan nyaris bergulir berjatuhan tak terbendung bagai hujan yang tumpah dari awan-awan hitam yang menggumpal.

Mungkin bagi sebagian orang yang tidak memahami kondisi si pemilik status, akan beranggapan bahwa statusnya tersebut masuk dalam kategori biasa-biasa saja. Reaksinya akan berbeda jika paham dan mengenal bagaimana dan siapa si pemilik status tersebut. Teman saya itu, sesosok perempuan tegar dan seorang ibu dari seorang anak perempuan yang cantik yang saat ini tengah berjuang dan bermimpi untuk melihat suaminya kembali sehat seperti sedia kala. Seulas senyum bagi sebagian orang, mungkin sudah jamak dan tidak istimewa maknanya. Tapi bagi teman saya, seulas senyum dibibir suaminya, merupakan mimpi yang harus terus diusahakan untuk menjadi kenyataan. Mimpi yang sangat mahal dan langka...semoga Allah SWT berkenan menyembuhkan suaminya dan menghilangkan segala penyakit yang ada di dirinya..amienn..

Kembali ke mimpi.

Berikut adalah beberapa teori mengenai mimpi yang saya kutip dari http://www.acehforum.or.id:

Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis yang salah, selip bicara, maupun lelucon, maka Ibn Arabi mengidentifikasinya sebagai bagian dari imajinasi. Bagi Ibnu Arabi, karena mimpi adalah bagian dari imajinasi, maka untuk memahami terminologi mimpi dalam khazanah pemikirannya, terlebih dahulu mengacu pada makna imajinasi itu sendiri. Baginya, imajinasi adalah tempat penampakan wujud-wujud spiritual, para malaikat dan roh, tempat mereka memperoleh bentuk dan figur-figur “rupa penampakan” mereka, dan karena disana konsep-konsep murni (ma`ani) dan data indera (mahsusat) bertemu dan memekar menjadi figur-figur personal yang dipersiapkan untuk menghadapi drama event rohani.

Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.

Sementara dalam teori Ibn Arabi lebih bersifat komplementer, setidaknya dalam hal ini, disamping memiliki substansi sebagai pemenuhan keinginan, Ibn Arabi juga memandang situasi penciptaan sebagai pernyataan tidur, dimana kosmos (semesta-pen) yang tercipta terlihat sebagai mimpi Ilahi. Pengalaman manusia merupakan citra mikrokosmik. Oleh karena itu, seluruh situasi penciptaan yang memerlukan alam “yang lain” untuk mempengaruhi tujuannya, dapat dipandang sebagai semacam lamunan Ilahi, dimana ilusi sesuatu yang “bukan Aku” diperkenalkan pada kesadaran Ilahi sebagai refleksi posibilitasnya.

Saya terlahir sebagai seorang perempuan yang punya banyak impian. Itu saya sadari semenjak saya masih kecil. Kadang, impian saya itu tertuang dalam bentuk mimpi dan ketika terbangun dari tidur, saya berusaha mewujudkan mimpi saya dengan berikhtiar semampu saya. Banyak juga mimpi-mimpi saya yang menguap bersama angin. Saya bersyukur masih diberi nikmat mimpi oleh sang Pemilik alam ini. Mimpi bagi saya merupakan anugerah terindah baik mimpi yang menyenangkan maupun mimpi buruk. Mimpi baik, saya asumsikan sebagai acuan dan dorongan bagi saya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Sedangkan mimpi buruk, saya kategorikan sebagai petunjuk melangkah agar saya tidak mengalaminya di dunia nyata.

Silahkan bermimpi karena kesuksesan terkadang diawali dengan mimpi-mimpi..seperti saya yang saat ini sedang bersenandung sebuah lagu...

I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If you see the wonder (wonder) of a fairy tale
You can take the future even if you fail
I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream - I have a dream

Kamis, 01 April 2010

Mencintai dalam keheningan oleh Melani Saida

Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.

Bagi sebagian orang, termasuk saya tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.
Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.
Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.
Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan “apa kabar...”
Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.
Lelah dan lelah dan lelah..

Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..
Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya “apakah aku cukup pantas?”
Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..
Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..

Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang saya rasakan,
lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.
Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Apakah mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh?
Tentu tidak.
Namun itu pula yang saya rasakan selama hampir lebih dari 1 tahun.

Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang saya rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.
Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.
Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan “Aku mencintaimu”
Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan “aku baik – baik saja”
Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.

Akhirnya, bagi saya, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.
Setidaknya, mencintai secara tulus melalui doa, dalam tradisi agama yang saya anut, akan menjadi lebih bermakna,
karena saya diteguhkan dus menjadi berkat atas segala rasa perih yang senantiasa ada didalam diri.
Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..
Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib..
Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa saya juga bukan manusia super..
Bahwa saya juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.
Bahwa saya juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.
Bahwa dengan segala kekurangan yang ada, saya berani mencintai..
Bahwa saya bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..
Bahwa saya bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..
Bahwa saya mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..
Bahwa saya masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..

Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah Zona yang terbentuk karena saya merasa tidak berdaya.
Dimana saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.
Dimana saya tidak berani untuk membangun sebuah harapan
Dimana saya tidak berani untuk mengatakan “Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja”

Dan ini adalah pilihan terakhir yang saya miliki,
Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski sangat susah dan hampir mustahil bagi saya untuk tidak mengingatnya.
Semoga saya bisa.

Dan hingga hari ini, saya masih mencintainya
Sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam
Lebih susah untuk tidak mencintainya.
Seperti sebuah salib yang harus saya pikul.
Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.

Sabtu, 27 Maret 2010

Jauzi dan Upil

Betapa terkejutnya saya karena ternyata anak perempuan saya mempunyai kebiasaan yang sangat unik. Dia senang memakan upilnya sendiri!! Bayangkan...betapa joroknya...
Saya : Lagi ngapain kak?
Jauzi : Lagi ngupil Bunnn...(terlihat sedang mengorek-ngorek hidungnya)
Saya : Dapat ga upilnya?
Jauzi : Neh dapat!! (menunjukkan hasil kerja kerasnya yang menghasilkan sebuah upil yang lumayan besar dan mulai memasukkannya ke mulut).
Saya : Ihhh...jorok amat sih Kak!! Itukan kotor..
Jauzi : Hehehehe...(tersenyum-senyum sendiri sambil mengunyah).
Saya : OMG!!! Huekkkkk....

My Name is Khan

Siang ini, saya menyempatkan menonton film India yang berjudul My Name is Khan. Film ini bermula saat seorang anak, Rizwan Khan, seorang muslim yang mengidap sindrom Asperger, hidup bersama ibunya (Zarina Wahab) di wilayah Borivali di Mumbai. Ia memiliki seorang adik laki-laki. Saat ia dewasa dan ditinggal pergi ibunya untuk selamanya, Rizwan pindah ke San Fransisco dan hidup bersama adik dan iparnya. Selama disana, ia jatuh cinta kepada Mandira, seorang perempuan India, beragama Hindu, yang bekerja disebuah salon dan memiliki seorang anak laki-laki dari pernikahan sebelumnya (kalo tidak salah namanya Shameer). Mereka menikah dan memulai usaha bersama.

Setelah peristiwa 9/11, Rizwan dan Mandira mulai menghadapi beberapa kesulitan. Pergolakan antara muslim dan non-muslim mulai merambah melalui berbagai aksi penyerangan. Dimulai dari sebuah penyerangan berbau agama di sekolahnya, yang menewaskan Shameer, yang membuat mereka berpisah. Mandira yang sedang bersedih dan kecewa, mulai menyalahkan dirinya sendiri. Ia menyesal telah menikah dengan Rizwan yang beragama Islam yang karena last name nya menyebabkan Shameer tewas. Mandira meminta Rizwan untuk menemui Presiden U.S. dan menyampaikan bahwa "My name is Khan and I'm not a terrorist.

Ingin kembali memenangkan hati istrinya, Rizwan melewati sejumlah petualangan diberbagai negara bagian di Amerika, termasuk petualangannya membantu korban badai Katrina, pengalamannya dipenjara akibat disangka sebagai teroris hingga pertemuannya dengan Presiden U.S. sehingga keinginannya untuk berkata langsung "My name is Khan and I'm not a terrorist" tercapai sudah. Dan seperti film-film India pada umumnya, cerita dalam film ini berakhir dengan happy ending.

Melalui film ini, moral story yang saya peroleh yaitu terlepas apa dan siapa manusia itu (Muslim, Nasrani, China, India, negro, dll.) jangan mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan jaket atau label yang mereka pakai atau melalui kulit luarnya saja. Karena yang lebih penting adalah bagaimana manusia itu berinteraksi dalam kebaikan bagi sesama dan menjadi berguna bagi orang lain. Isi hati lebih penting dibandingkan dengan yang lainnya. Seperti yang diajarkan dalam Islam, bahwa jadilah rahmat bagi seluruh umat manusia karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin.

Jumat, 26 Maret 2010

Air dan api

Seringkali saya mendengar salah satu alasan yang paling banyak dikemukakan ketika seseorang menghadapi masalah, yaitu adanya kendala dalam komunikasi. Istilahnya, miskomunikasi. Kendala tersebut menjadikan seseorang dan orang lain bagaikan air dan api. Nah, lagu ini sangat menggambarkan permasalahan yang sedang saya alami dengan beberapa orang belakangan ini. Yang pasti, semua yang telah terjadi membuat saya belajar banyak terutama belajar memahami diri saya sendiri dalam artian memahami potensi maupun hambatan yang terdapat dalam diri saya. Forget the past, live in the present and smile when thinking of the future...

Air Dan Api
oleh: Naif


Apa maumu?
Apa mauku
S’lalu saja menjadi satu masalah yang tak kunjung henti

Bukan maksudku
Bukan maksudmu
Untuk selalu meributkan hal yang itu-itu saja

Mengapa kita saling membenci?
Awalnya kita saling memberi
Apa tak mungkin hati yang murni sudah cukup berarti?
Ataukah kita belum mencoba memberi waktu pada logika?
Jangan seperti selama ini, hidup bagaikan air dan api.

Sabtu, 13 Maret 2010

Tak kenal maka tak sayang!!!

Beberapa hari yang lalu, saya diberi kesempatan untuk belajar mengenal dan memahami bagaimana prilaku dan interaksi antar manusia sangat berperan penting dalam sebuah organisasi. Pembelajaran yang sebenarnya bukan hal baru bagi saya. Tapi kali ini, saya betul-betul bersinggungan langsung dengan hal itu.

Diawali dengan sebuah ide untuk membuat sebuah acara pelatihan yang melibatkan banyak orang yang tergabung dalam sebuah organisasi. Ide yang sangat bagus menurut saya pribadi dan ide itu pun bersambut. Lantas terbentuklah sebuah panitia kecil yang terdiri dari beberapa orang yang dalam rutinitas sehari-hari, tidak semuanya berkesempatan untuk bersinggungan secara langsung. Dalam hal ini, kata yang tepat untuk menggambarkannya yaitu, belum pernah bekerja sama secara intens.

Persoalan mulai muncul saat ada seseorang dalam kepanitiaan tersebut yang memiliki cara berkomunikasi yang "unik." Dapat saya katakan "unik" karena cara penyampaiannya yang kadang membutuhkan rasionalitas yang tinggi dan tidak perlu melibatkan emosi dalam mencernanya. Setelah di re-check, si sumbernya mengatakan bahwa memang begitu caranya berkomunikasi. Yang harus dicermati adalah isi dari pesan, bukan cara penyampaiannya. Now, we have to understand the way she's communicate with other peoples. Does she understand us?? Only God and her self knows it.

Ok...Mungkin dalam hal ini, saya dan "teman-teman" belum mencapai tahap rasionalitas yang tinggi itu sehingga muncullah apa yang dikatakan olehnya "prejudice." Mungkin juga karena kami tidak terlalu akrab dengannya hingga timbullah salah persepsi diantara kita. Belum lagi masalah pembagian tugas yang agak simpang siur menurut saya. Pada saat itu, kami menganggap dan merasa, karena cara penyampaiannya yang "unik" itu, dialah yang akan menghandle semuanya. Tampaknya juga, she's happy to do that. Untuk bicara secara langsung, kami agak "segan." Bukannya takut, tapi kami agak malas berargumen (dan tentunya tidak semua hal perlu argumentasi) untuk sesuatu yang nantinya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati kami akibat cara penyampaiannya yang "unik."

Saya memutuskan untuk menyampaikan keluh kesah kami kepada salah satu dari temannya dengan harapan ada perubahan ke arah komunikasi yang lebih baik dan transparan. Kami yang dimaksud disini adalah saya dan teman-teman. Jadi, bukan mewakili kepentingan saya pribadi ataupun sentimen saya pribadi. Mungkin itu juga sebuah keputusan yang salah, karena pada akhirnya semua bola panas itu menggelinding ke arah saya tanpa saya duga. Hanya karena saya adalah orang yang sering berkumpul dengan teman-teman yang lain, pada akhirnya sayalah yang dicap si BIGOS alias Biang Gosip. Padahal, niat saya menyampaikan kepada temannya itu baik, hanya sekedar saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan menghindarkan omongan yang terlalu negative dibelakangnya. Kalau orang lain menganggap pola itu salah, ya maaf!!I'm just a human being yang tidak bisa membaca pikiran orang lain. Dan patut dipahami juga, bahwa tidak semua orang bersedia menerima kritikan dari orang yang tidak begitu dikenalnya. Apalagi oleh saya yang mungkin secara pemikiran, umur, pengalaman hidup dan berorganisasi tidak lebih hebat darinya. Mungkin juga, dalam proses komunikasinya itu sendiri, karena lewat perantara, ada "noise" yang menyebabkan salah persepsi diantara kami. Pola komunikasi yang transparan, mungkin yang seharusnya kami lakukan dari awal tanpa perlu ada perantara.

Pola komunikasi yang tidak transparan ini juga menimbulkan praduga dan prasangka. Seperti halnya juga terjadi terhadap diri saya. Pada saat itu, saya mendengar ada yang tidak suka dengan konsep yang sudah kami rancang. Tapi sayang, hal itu muncul hanya beberapa hari sebelum acara pada hari "H". Terus terang, saya marah saat itu. Bukan apa-apa, saya menyusun konsep itu tidak sendirian. Tapi dalam forum yang disebut dengan rapat panitia dan juga diputuskan bersama. Kalau memang tidak setuju, kenapa tidak dibicarakan pada saat rapat panitia tersebut? Apakah saya terlihat sangat otoriter sehingga orang lain tidak berani mengungkapkan ide ataupun argumentasi dihadapan saya?? Dimana pola komunikasi yang transparan yang digaungkan?? Apakah baik, ketika sudah diputuskan bersama lantas dimentahkan dibelakang saya??? Saat itu yang terpikir oleh saya hanya kelangsungan acara tersebut. Saya cuma ingin membuktikan bahwa We Can Do It. Dan terbukti, acara itu menurut saya pribadi, termasuk sukses. Entah menurut yang lain...

Persoalan lainnya, mengemuka saat seorang dari kepanitiaan tersebut mengambil keputusan diluar kesepakatan bersama. Kali ini, saya dengan berterus terang berkata bahwa apa yang sudah diputuskan oleh orang tersebut mengandung makna negative. Itu menurut subyektifitas saya. Kemudian acara pun berlangsung dengan lancar. Jikalau pada hari "H" nya terdapat benturan-benturan antar orang, dari sudut pandang saya pribadi, lebih disebabkan oleh tidak jelasnya pengaturan sejauh mana seseorang berperan atau bertugas dan juga mungkin kurangnya inisiatif dari orang-orang tersebut. Cara penyampaian yang "unik" yang hanya dapat dipahami oleh sebagian orang sehingga menimbulkan prejudice menjadi biang keladi selanjutnya. Mungkin disini juga letak ketidakprofesionalan kami dalam menghadapi berbagai perilaku orang karena cenderung menilai dan memberi label hanya karena beberapa noda yang mencemari. Terkadang memang mencari kekurangan orang lain itu lebih mudah ketimbang mencari kelebihannya. Saat seseorang melakukan kesalahan sebesar 10%, karena cara penyampaiannya yang "unik" itu, timbul kesan yang salah 90 % dan yang benarnya hanya 10%. So, please...at least give me 1 good mark...!!

Seperti halnya peribahasa, semut diujung lautan tampak. Gajah didepan mata, tak tampak. Semua kesalahan yang saya perbuat, dicatat dan disampaikan kepada seorang teman yang bersifat sebagai perantara (bukan sebagai penengah). Karena netralitas dirinya dalam hal ini, jelas-jelas saya ragukan (kalau dirinya sebagai penengah, tentunya dia paham mana yang harusnya disampaikan secara jujur, mana yang harus dia sembunyikan demi kebaikan bersama). Kembali, pola komunikasi yang tidak transparan terulang yang memicu saya untuk menuliskannya melalui email ke orang-orang tersebut. Lantas bertemulah kami.

Sejak awal, pertemuan itu saya niatkan untuk mendengar "versi" aslinya. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mendengarnya langsung dari sumber aslinya dan semakin jelaslah duduk permasalahannya. Satu persatu, masalah dikupas tuntas. Beberapa hal yang tidak saya ketahui sebelumnya, terungkap satu per satu. Ada beberapa hal juga yang sebenarnya ingin saya ungkapkan, tapi sepertinya tidak bisa mengubah penilaian mereka terhadap argumen saya. At least, semuanya membuat saya paham akan apa dan bagaimana saya harus bertindak ke depannya terhadap orang-orang tersebut. Istilah lainnya adalah aturan main dan aturan bertindak dan juga bersikap. Lebih baik bicara langsung, daripada timbul omongan tidak enak dibelakang. Karena tidak akan timbul sakit hati diantara mereka. Untuk setiap keputusan yang bersinggungan dengan saya, harus dikomunikasikan dan diputuskan dulu bersama. Mudah-mudahan, saya dapat menjalaninya dengan baik.

Hanya saja, karena saat itu hati sedang panas, saya melupakan 1 hal. Saya lupa meminta maaf dan menjabat tangan orang-orang tersebut. Mudah-mudahan pada kesempatan yang lain, saya bisa meminta maaf atas segala kesalahan yang telah saya perbuat yang menimbulkan ketidaknyamanan diantara kami. Yang pasti tidak ada dendam di hati saya. Karena saya meyakini bahwa di dunia ini tidak ada teman dan/atau musuh yang sejati. Yang ada hanya kepentingan sejati.

Tak kenal maka tak sayang...

Senin, 08 Maret 2010

'Katie Cruel'

If I was where I would be,
Then I would be where I am not.
Here I am where I must be,
Where I would be, I cannot.


(from 'Katie Cruel', a traditional song)

Sabtu, 30 Januari 2010

Rendevouz, STLY dan SPBU

Saat menyebut ketiga kata tersebut, tergambar di kepala saya akan makna dan keterkaitan diantaranya.

Cerita bermula saat saya bertemu dengan seseorang yang dari nama, garis wajah, perilaku dan gaya berjalannya mengingatkan saya akan seseorang. Tepatnya seorang teman lama. Yaaa..seseorang dari masa lalu yang pernah dekat dihati saya. That's it.

Hingga saat tanpa sengaja dan tanpa direncanakan, beberapa teman kantor yang mempunyai hobi yang sama, yaitu berbicara dan berkhayal yang "tidak-tidak" saling bertukar informasi dan guyonan melalui email. Isinya sangat seru dan beragam. Hingga kemudian kami mulai berkumpul (kopdar) dalam bentuk makan siang atau sekedar kongkow-kongkow selepas jam kerja. Tidak rutin memang. Tapi kopdar yang sudah terlaksana, sebanyak 4 kali, cukup menyatukan kami dalam satu wadah milis dimana didalamnya kami saling bertukar guyonan dan saling mencela. Lumayan mencerahkan hari-hari saya terutama saat kebosanan mulai hinggap.

Another kumpul-kumpul, masih dalam hubungannya dengan pertemanan dikantor. Sama-sama memiliki awalan S, tapi keduanya merupakan kutub yang berlawanan arah. Yang satu, isinya penuh dengan canda tawa dan sifatnya ringan. Sedangkan yang satunya lagi, lumayan berat dengan visi dan misi serta program kerja. Tapi perkumpulan yang satu ini juga lumayan menarik karena merupakan wadah saya menyalurkan aspirasi ketenagakerjaan dan belajar berorganisasi dalam bidang yang berbeda. Perkumpulan ini mampu membuat saya mengenal beberapa rekan kerja yang sebelumnya mungkin belum terlalu akrab karena masing-masing belum memiliki kesempatan untuk kerja bareng dalam kegiatan yang sama. Lumayan menaikkan adrenalin yang agak menurun belakangan ini!! Mungkin karena sesuatu yang baru, masih dalam proses meraba-raba sehingga segala sesuatunya masih dalam tahap ingin tahu dan ingin belajar.

Rendevouz, STLY dan SPBU ketiga-tiganya merupakan sesuatu yang diawali dengan pertemanan, walaupun jenis pertemanannya berbeda. Tapi sungguh, semuanya mampu menyemarakkan hari-hari saya dan memberi warna-warni dalam hidup saya. Untuk jenis pertemanan yang pertama, sesungguhnya sudah berakhir semenjak pertemanan itu diakhiri dengan sadar, sesadar-sadarnya dulu kala. Sehingga hasil akhirnya hanyalah kenangan. Sedangkan yang kedua dan ketiga, baru saja dimulai dan semoga tetap terjalin dengan indah dalam konteks yang positif. Efek sampingnya adalah waktu saya agak sedikit tersita kalau ada kegiatan yang berhubungan dengan kedua perkumpulan diatas. But, worth it lahhh...

Well, seperti Frente bilang, "Let the sun shining!!"

Jauzi dan Cita-citanya...

Beberapa hari yang lalu, saya meminjam sebuah picture book dari Primary Library. Saya lupa judul buku tersebut. Tapi saya masih ingat akan kisah yang tertera didalamnya. Buku itu berkisah tentang seorang ibu dan anak laki-lakinya yang sangat menyayangi ibunya. Anak laki-laki tersebut berkata bahwa ia akan tetap tinggal bersama ibunya sampai ia dewasa kelak. Lalu si ibu berkata bahwa saat si anak dewasa, pastinya ia akan bisa menjadi apapun profesi yang dicita-citakannya. Entah itu polisi, pemadam kebakaran, dokter, perawat, dan lain-lain. Saat ia dewasa kelak, pasti si anak tersebut akan sibuk dengan pekerjaan dan dunianya yang baru. Tapi ia tetap bersikeras bahwa ia akan tetap menemani ibunya sampai kapanpun dan tetap akan kembali ke rumah. Hingga terakhir kali, ibunya berkata bahwa saat si anak laki-laki tersebut dewasa kelak, pasti ia akan memiliki pendamping hidup dan akan pergi meninggalkan si ibu. Si anak lalu berkata, bahwa benar ia akan memiliki pendamping hidup yang sangat dicintainya. Tapi ia akan memilih tinggal disamping rumah ibunya sehingga ia tetap bisa menjaga ibunya kelak jika ia dewasa.

Kisah yang sangat menyentuh hati, saat saya membacakan buku tersebut untuk kedua buah hati saya. Seperti biasa, sesi membacakan buku tidak akan berakhir hanya dengan satu kali dibaca. Saya harus mengulangnya untuk yang ketiga kalinya. Hingga pada akhirnya, karena rasa ingin tahu, saya bertanya pada Jauzi tentang apa yang dicita-citakannya kelak saat ia dewasa.

Saya : Kakak kalo sudah besar cita-citanya ingin jadi apa?
Jauzi : Ehmmm...aku pengen jadi putri sejati. Kayak Barbie gitu loh bunnn...
Saya : (terperanjat kaget dan tidak menyangka akan jawabannya itu).Emangnya temen- temen kakak kalo udah besar mau jadi apa?
Jauzi : Kalo Zaki ama Ammar katanya kalo sudah besar mau jadi pangeran impian.
Saya : Emang kakak ga mau jadi dokter?
Jauzi : Engga. Kalo jadi putri kan bisa menyihir orang. Nanti kalo Bunda nakal, aku sihir jadi kodok loohhh!!
Saya : (Cape dehhh...ini anak kebanyakan nonton filem...duhh!! Semoga Zayyan belum teracuni oleh film-film penjual mimpi dan imajinasi).

Mbakkkk!!! (manggil-manggil si mbak dan mulai berpikir untuk mengurangi jatah anak-anak nonton TV dan film kartun).