Rabu, 28 April 2010

Tugiron??

Masih seputar vertigo.

Salah 1 resep vertigo andalan ibu saya yaitu Merislon dan Stugeron. Namun karena komunikasi kita saat itu melalui jaringan handphone, suara dan informasi yang saya dapatkan tidak sejernih seperti jika saya berkomunikasi secara tertulis ataupun langsung. Saya hanya mendengar Merislon dan Tugiron. Awalnya saya meminta suami untuk membeli obat tersebut ke apotek. Lalu dia tertawa terbahak-bahak karena menurutnya nama obat tersebut lucu dan mengingatkannya pada nama-nama pria Jawa. Akhirnya, karena obat tersebut tidak dapat diperolehnya, saya berinisiatif mencarinya sendiri di apotek terdekat.
Saya : Mbak, ada obat Tugiron ga? (berbicara dengan nada serendah mungkin! Malu bo'!)
Apoteker : Tugiron?? (mengernyitkan dahinya dan memasang muka bingung). Stugeron kali?
Saya : Iya kali mbak! Boleh lihat ga! Itu obat vertigo bukan?
Apoteker : Iya, obat vertigo

Kemudian si mbak apoteker masuk dan mencari obat yang ternyata judulnya Stugeron bukan Tugiron!!

Hahahaha!!! Ada-ada aja deh...

Stres, Vertigo dan Perhatian

Hari ini merupakan hari ke-13 sejak serangan vertigo pertama kali menemui saya. Serangan yang terjadi secara tiba-tiba pada pagi hari, tepatnya saat saya terbangun dari tidur, benar-benar meluluhlantakkan kekuatan yang ada di tubuh saya. Pagi itu, saya terbangun dengan kondisi setengah terkejut, saat saya berusaha untuk berdiri, dunia terasa berputar dengan kencangnya sampai-sampai saya tak sanggup untuk mengangkat badan. Reaksi awal, membangunkan suami - kebetulan anak-anak saya sudah lebih dahulu terbangun - dan meminta tolong untuk diambilkan kantung plastik. Selain kepala terasa berputar-putar dan pusing, isi perut juga seperti minta untuk dikeluarkan. Tidak banyak yang bisa dikeluarkan karena pagi hari tentunya belum ada makanan barang sesuap pun yang sempat singgah diperut. Not even a glass of water.

Tindakan saya selanjutnya adalah berbaring dan memejamkan mata karena tiap kali saya menggerakkan badan, setiap kali itulah rasa mual dan sensasi berputar yang hebat yang akan mendera saya. Saya mangabarkan ketidakhadiran saya ke atasan melalui sms. Tak lupa, saya juga mengabarkan salah 1 sahabat saya mengenai sakit saya itu. Hari itu, saya habiskan dengan berbaring tertidur, makan dan minum di tempat tidur, bahkan kalau bisa segalanya diselesaikan ditempat tidur. Hehehehe...Sebelumnya, saya pernah merasakan sensasi vertigo saat saya masih duduk dibangku kuliah. Namun saat itu kejadiannya hanya berlangsung selama 1 hari. Setelah minum suplemen vitamin dan penambah darah, juga tidur seharian, vertigo itu lenyap tak berbekas.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, saya mencoba mengaplikasikan terapi pengobatan yang sama. Namun sepertinya, belum berhasil. Teringat, bahwa ibu dan kakak perempuan saya juga pernah menderita penyakit yang sama, akhirnya saya berusaha menelpon mereka. Muncullah 4 buah resep obat-obatan yang pernah mereka konsumsi saat terkena penyakit vertigo. Mertigo, stugeron, merislon, dan suplemen penambah darah. Saya mencobanya satu persatu. Lumayan berhasil menghentikan mual yang saya derita. Tapi sensasi berputarnya tetap masih hinggap dikepala saya. Beberapa acara yang sudah saya rencanakan sejak awal, terpaksa dengan memendam sedikit kekecewaan, saya batalkan.

Dengan sedikit kekuatan, saya mencoba menelusur di internet mengenai seluk beluk penyakit vertigo. Berikut sebagian dari informasi yang saya dapatkan dari www.medicastore.com. Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penyebab vertigo bermacam-macam. Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui. Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bisa mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit Ménière (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan karena infeksi virus).

Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang.

Hingga hari senin, vertigo itu belum kunjung lenyap. Akhirnya saya dengan ditemani suami, memeriksakan diri ke dokter spesialis syaraf. Dokter yang seharusnya praktek mulai pukul 19.30, datang setengah jam kemudian. Saat menunggu giliran, beberapa orang yang duduk disebelah saya, bertanya ikhwal keberadaan saya disana. Dengan sedikit berbisik, saya sebutkan bahwa saya hendak memeriksakan diri ke dokter syaraf. Sengaja saya berbisik, karena saya sudah dapat menduga reaksi orang umum jika saya menyebut dokter syaraf. Contoh kecilnya, ya suami saya. Saat saya katakan hendak ke dokter syaraf, dia bilang begini: "Emang kenapa dengan syarafmu? Apa dirimu sudah mulai gila ya?." Dengan enteng saya jawab, "Justru karena udah mulai bener neh otak, makanya jadi vertigo!."

Saat berkonsultasi dengan dokter spesialis syaraf, saya diuji dengan serangkaian gerakan-gerakan. Dokter yang menurut saya agak sedikit angkuh dan pelit informasi ini, mungkin agak terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Hingga akhirnya, dia meresepkan serangkaian obat dan mendiagnosis saya terkena vertigo. Tapi penyebab vertigonya belum dapat diketahui kecuali saya melakukan beberapa tes seperti citiscan ataupun BERA. Beliau menyarankan saya melakukan tes BERA yang berkaitan dengan syaraf yang ada dipendengaran. Namun tes tersebut, baru bisa dilakukan di Rumah Sakit Fatmawati dengan sebelumnya harus mendaftarkan diri (katanya harus mengantri untuk dapat giliran tes) dulu setiap hari senin dan selasa. Dokter tersebut pun hanya memberikan jatah istirahat dirumah selama 1 hari, yaitu hari senin saja. Sungguh teganya dirinya!!!!

Hari selasanya, dengan kondisi masih memprihatinkan, saya mulai beraktifitas kembali. Banyak yang tidak percaya saya sakit karena saya masih bisa bercanda ria. Saya memaksakan diri untuk kembali bekerja, karena saya tidak mau dikalahkan oleh penyakit. Toh saya sudah berikhtiar dengan berkonsultasi ke dokter dan meminum obat-obat yang diresepkan. Selama beberapa hari beristirahat dirumah, saya menyempatkan diri merenung atas segala yang terjadi belakangan ini dan berusaha mendekatkan diri kembali dengan kedua buah hati saya dan tentunya dengan suami tersayang. Beberapa minggu belakangan ini, saya terlalu memforsir diri saya untuk banyak hal yang mungkin nilainya tidak sebanding dengan kesehatan saya. Tidur yang kurang, terlalu sering dan banyak mengukur jalan, dll. Beberapa hal yang menganggu pikiran saya, menyita seluruh energi saya untuk kemudian mengendap menjadi gumpalan-gumpalan kristal yang menggelayuti setiap langkah dan hati. Ada beberapa hal dalam hidup saya, yang memberatkan pikiran, yang tidak mungkin saya bagi dengan orang lain tersimpan rapi di alam bawah sadar. Mungkin saya stres, mungkin juga tidak. Karena saya selalu berusaha menikmati segala kejadian ataupun lika-liku hidup dengan senyum. Kalaupun saya harus kesal dan marah, biasanya saya tumpahkan saat itu saja dengan orang yang sangat saya percaya untuk selanjutnya kembali mengisi hari dengan senyuman. Toh tidak semua orang perlu tahu apa yang sedang saya rasakan dan saya inginkan bukan? Saya hanya ingin berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan tidak ingin menjadi benalu bagi kehidupan orang lain.

Other reason is mungkin pola makan saya berubah sangat drastis sehingga badan saya belum mampu menerima perubahan itu. Sebagai penderita tekanan darah rendah, tidak seharusnya saya berdiet makanan terlalu ketat. Mungkin yang terbaik adalah diet yang diimbangi dengan olahraga. Semua alasan-alasan tersebut saya kembalikan dengan keikhlasan yang teramat dalam. Bahwa mungkin Allah SWT punya cara tersendiri untuk menegur umat-NYA. Bahwa saya mungkin selama ini banyak melalaikan kewajiban saya sebagai hamba, kewajiban saya sebagai imam bagi seluruh organ tubuh saya hingga lupa bersedekah bagi tubuh yang hanya titipan semata ini. Mungkin ini juga sebuah rem yang bagus agar saya agak sedikit memperlambat laju diri yang kadang tidak terbendung dan tidak termaknai.

Saat saya terbaring sakit, hujan perhatian banyak saya dapati. Dari teman-teman kantor, teman main, keluarga dan terutama dari kedua buah hati saya dan juga suami (yang terakhir ini, dengan terpaksa disebut karena saat saya sakit, dia banyak menyindir dan meledek penyakit saya. Tapi hal itu saya anggap salah 1 bentuk perhatiannya yang tidak terungkapkan dengan kata-kata manis). Bayangkan, saat saya mual dan muntah, saya selalu menyediakan 1 kantong plastik untuk menampung apa yang saya keluarkan. Lalu dengan santainya dia bilang, "Kamu kayak naik bus malam aja pake sedia kantung plastik? Lain kali naik bus yang agak elitan dong biar ga muntah!." Atau begini, "Udah ganti aja ama kepala monyet! Monyet ga pernah sakit kepala tuh!." Bayangkan sodara-sodara....betapa perhatiannya dirinya terhadap saya! Hihihi...love u full deh!

Kemudian, anak saya tertua, Jauzi juga mencurahkan perhatiannya lewat kata-kata manis. Katanya, "Bunda, cepat sembuh ya...makanya jangan pulang malam-malam terus!." Bahkan dia juga berkata, "Bunda kok makan dan minum ditempat tidur seh? Kayak orang mati aja!." Gubrak...lalu saya jawab begini, "Nak, kan orang mati udah ga pengen makan dan minum lagi! Jadi Bunda ga kayak orang mati dong!." Hehehehe...lain lagi dengan anak lelaki saya. Dia tidak banyak bicara. Hanya beberapa menit sekali, dia masuk ke kamar dan mencium pipi saya sambil berkata, "Undaaa...!!." So sweeettttt...

Teman-teman juga banyak yang menelpon dan mengirim sms bahkan berniat menjenguk saya ke rumah. Ada juga yang menanyakan kabar via Facebook maupun email. Thanks guys!! Terima kasih atas segala perhatiannya yang menjadi obat tersendiri buat saya. Sedikit waktu yang diluangkan, sapaan-sapaan hangat, ajakan-ajakan untuk jalan dan mutar-mutar sejenak, kebawelan bertanya tentang perkembangan penyakit saya dan kelanjutan pengobatan, bahkan ledekan-ledekan maupun guyonan yang konyol, banyak membantu saya melupakan sejenak segala kepeningan dan sensasi berputar yang saya rasakan. Can't say a word...u already knew and feel it lah!!

Anyway, walau sekarang rasa pusing itu telah sirna, tapi sensasi mengambang dan ketidakseimbangan masih saya rasakan. Don't worry...sampai saat ini saya masih bisa menikmati rasa sakit itu dan tetap berusaha bersyukur atas segala yang telah diberikan-NYA pada saya sekarang ini. Insya Allah, dibalik musibah ada hikmah yang dapat saya petik. Tentunya saya tetap akan berjuang melawan rasa sakit ini dengan terus berikhtiar dengan berkonsultasi ke dokter. Rencananya, saya akan berkonsultasi kembali dengan dokter THT. Tapi mungkin tidak untuk minggu ini ya..karena saya masih mencoba kemanjuran obat yang sedang saya konsumsi sekarang. Selain itu, mungkin ada beberapa alasan lain yang tidak ingin saya ungkapkan sekarang.

Ok then...saatnya terlelap untuk menyongsong kembali hari esok yang penuh dengan semangat.

Cheers...I LOVE U ALL!!

Minggu, 25 April 2010

Wishes...

Star light, star bright,
First star I see tonight,
I wish I may, I wish I might,
Have the wish I wish tonight.

-Nineteenth century American nursery rhyme-

(Dear God, please make my wishes come true. Only You knows what I wish for this time....I'll keep move on!!)

Senin, 12 April 2010

I Have a DREAM...

Tulisan kali ini terinspirasi oleh salah satu status dari teman saya di Facebook yang berbunyi "Last night I had a beautiful dream..it was you, sitting on your bed and smiling on me :)." Soooo...soooo...romantic dan menyentuh!! Membuat air mata saya tergenang dan nyaris bergulir berjatuhan tak terbendung bagai hujan yang tumpah dari awan-awan hitam yang menggumpal.

Mungkin bagi sebagian orang yang tidak memahami kondisi si pemilik status, akan beranggapan bahwa statusnya tersebut masuk dalam kategori biasa-biasa saja. Reaksinya akan berbeda jika paham dan mengenal bagaimana dan siapa si pemilik status tersebut. Teman saya itu, sesosok perempuan tegar dan seorang ibu dari seorang anak perempuan yang cantik yang saat ini tengah berjuang dan bermimpi untuk melihat suaminya kembali sehat seperti sedia kala. Seulas senyum bagi sebagian orang, mungkin sudah jamak dan tidak istimewa maknanya. Tapi bagi teman saya, seulas senyum dibibir suaminya, merupakan mimpi yang harus terus diusahakan untuk menjadi kenyataan. Mimpi yang sangat mahal dan langka...semoga Allah SWT berkenan menyembuhkan suaminya dan menghilangkan segala penyakit yang ada di dirinya..amienn..

Kembali ke mimpi.

Berikut adalah beberapa teori mengenai mimpi yang saya kutip dari http://www.acehforum.or.id:

Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis yang salah, selip bicara, maupun lelucon, maka Ibn Arabi mengidentifikasinya sebagai bagian dari imajinasi. Bagi Ibnu Arabi, karena mimpi adalah bagian dari imajinasi, maka untuk memahami terminologi mimpi dalam khazanah pemikirannya, terlebih dahulu mengacu pada makna imajinasi itu sendiri. Baginya, imajinasi adalah tempat penampakan wujud-wujud spiritual, para malaikat dan roh, tempat mereka memperoleh bentuk dan figur-figur “rupa penampakan” mereka, dan karena disana konsep-konsep murni (ma`ani) dan data indera (mahsusat) bertemu dan memekar menjadi figur-figur personal yang dipersiapkan untuk menghadapi drama event rohani.

Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.

Sementara dalam teori Ibn Arabi lebih bersifat komplementer, setidaknya dalam hal ini, disamping memiliki substansi sebagai pemenuhan keinginan, Ibn Arabi juga memandang situasi penciptaan sebagai pernyataan tidur, dimana kosmos (semesta-pen) yang tercipta terlihat sebagai mimpi Ilahi. Pengalaman manusia merupakan citra mikrokosmik. Oleh karena itu, seluruh situasi penciptaan yang memerlukan alam “yang lain” untuk mempengaruhi tujuannya, dapat dipandang sebagai semacam lamunan Ilahi, dimana ilusi sesuatu yang “bukan Aku” diperkenalkan pada kesadaran Ilahi sebagai refleksi posibilitasnya.

Saya terlahir sebagai seorang perempuan yang punya banyak impian. Itu saya sadari semenjak saya masih kecil. Kadang, impian saya itu tertuang dalam bentuk mimpi dan ketika terbangun dari tidur, saya berusaha mewujudkan mimpi saya dengan berikhtiar semampu saya. Banyak juga mimpi-mimpi saya yang menguap bersama angin. Saya bersyukur masih diberi nikmat mimpi oleh sang Pemilik alam ini. Mimpi bagi saya merupakan anugerah terindah baik mimpi yang menyenangkan maupun mimpi buruk. Mimpi baik, saya asumsikan sebagai acuan dan dorongan bagi saya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Sedangkan mimpi buruk, saya kategorikan sebagai petunjuk melangkah agar saya tidak mengalaminya di dunia nyata.

Silahkan bermimpi karena kesuksesan terkadang diawali dengan mimpi-mimpi..seperti saya yang saat ini sedang bersenandung sebuah lagu...

I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If you see the wonder (wonder) of a fairy tale
You can take the future even if you fail
I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream - I have a dream

Kamis, 01 April 2010

Mencintai dalam keheningan oleh Melani Saida

Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.

Bagi sebagian orang, termasuk saya tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.
Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.
Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.
Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan “apa kabar...”
Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.
Lelah dan lelah dan lelah..

Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..
Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya “apakah aku cukup pantas?”
Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..
Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..

Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang saya rasakan,
lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.
Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Apakah mencintai seseorang senantiasa membuat orang bodoh?
Tentu tidak.
Namun itu pula yang saya rasakan selama hampir lebih dari 1 tahun.

Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang saya rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.
Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.
Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan “Aku mencintaimu”
Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan “aku baik – baik saja”
Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.

Akhirnya, bagi saya, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.
Setidaknya, mencintai secara tulus melalui doa, dalam tradisi agama yang saya anut, akan menjadi lebih bermakna,
karena saya diteguhkan dus menjadi berkat atas segala rasa perih yang senantiasa ada didalam diri.
Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..
Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib..
Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa saya juga bukan manusia super..
Bahwa saya juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.
Bahwa saya juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.
Bahwa dengan segala kekurangan yang ada, saya berani mencintai..
Bahwa saya bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..
Bahwa saya bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..
Bahwa saya mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..
Bahwa saya masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..

Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah Zona yang terbentuk karena saya merasa tidak berdaya.
Dimana saya merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.
Dimana saya tidak berani untuk membangun sebuah harapan
Dimana saya tidak berani untuk mengatakan “Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja”

Dan ini adalah pilihan terakhir yang saya miliki,
Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski sangat susah dan hampir mustahil bagi saya untuk tidak mengingatnya.
Semoga saya bisa.

Dan hingga hari ini, saya masih mencintainya
Sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam
Lebih susah untuk tidak mencintainya.
Seperti sebuah salib yang harus saya pikul.
Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.