Sabtu, 19 Maret 2011

Puisi Tentang Hujan V

Aku rinai hujan
yang menyelusup ke setiap jengkal hatimu
dan berharap jejakku
masih tersimpan disana
walau tersorot terik mentari

Saat seulas senyum
dan sepercik asa sirna
Pada ujung penantian
Rinduku tak terbendung
bagai rintik hujan yang jatuh tanpa henti
Mengalir bak titik titik
dan menggumpal berkoalisi
pada bilik hati

Tentang Aku

Ajari aku,
Mengeja prilaku
Agar langkah tak beku
dan terburu-buru

Mengurai kaku
Pada buku-buku
Manusia yang penuh AKU
Yang mengaku-aku manusia,
tapi ternyata palsu

Puisi Tentang Hujan IV

Hujan itu seperti cinta,
datangnya tak dapat diduga

Hujan itu aku dan kamu
Turun dan jatuh bersamaan
Menyatu di lautan biru

Tentang Kita

Aku dan kamu di ujung lidah
Pahit, manis, getir
terkunyah dan dilumat bulat-bulat
Tepian bibir yang tersisa
Tunggu lontaran satu kata,
indah atau nestapa?

Puisi Tentang Hujan III

Aku mengiba pada relung-relung kalbuku
Yang tertutup debu
Andai ku tahu,
bagaimana menghempas kelabu
Biar ku rajam rasa dengan sembilu
Agar gerimis ini segera berlalu

Puisi Tentang Hujan II

Hujan selalu menginspirasi
Entah skedar cerita, atau senandung dendang pada bidadari
Yang pasti, hujan tak pernah sendiri
Selalu ada petir yang mengiringi

Puisi Tentang Hujan

Disebalik hujan
yang turun petang tadi
Ternyata masih menyisakan secuil cerita
tentangmu, tentangnya, tentang kita

Pada derasnya hujan
Aku masih membauimu
Bau dekap hangat
dan senyum terpaksa
Bau luka yang masih menganga
Yang dipaksa kering tanpa kuasa

Diantara hujan
Kutitipkan rindu
dan airmata
Untukmu
Ya untukmu

What is your PASSION?

"Purpose of life gives away to vision. Vision creates dream. And dreams become reality." -Charley Sweeney

Berawal dari Twitter, dimana saya secara kebetulan mem-follow salah seorang yang aktif berkecimpung di CareerCoach, saya banyak mendengar istilah passion. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, arti yang dihasilkan agak gimana gitu. Orang menyamakan passion dengan gairah. Kata passion, semakin banyak saya temui saat saya membaca buku Your Job is not Your Career yang ditulis oleh Rene Suhardono. Kembali ke definisi passion, menurut Rene, it is (not) what you're good at. It is what you enjoy the most!

Setelah banyak membaca tulisan Rene di Twitter, Kompas kolom "Ultimate U" setiap sabtu, juga membaca buku karya beliau dan juga sekali mengikuti talkshow yang digelar pada salah satu acara di Indochine FX, saya mulai mencari dimana passion saya yang sebenarnya. One of my friends said that saya agak terlambat dalam memahami apa saja passion saya dalam biduk karir. Well, bagi saya tidak ada kata terlambat untuk berubah atau untuk mempelajari sesuatu. Mungkin selama ini saya kurang menggali keberadaan passion dalam karir saya. Tapi tentunya setiap orang punya passion yang berbeda-beda yang kadang kurang disadari. Sebelum berbicara tentang passion, ada baiknya kita membahas lebih dulu mengenai prioritas dalam bekerja. Ada orang yang bekerja demi sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Ada yang bekerja demi mencapai posisi tertinggi di institusi dimana ia berada. Semua pilihan tentu ada konsekuensinya.

Rene menyebutkan bahwa cara mudah melihat dan mengelompokan pilihan dan konsekuensi karir adalah dengan mengacu pada segitiga karir, yaitu gaya hidup (pemanfaatan me-time untuk kesenangan pribadi dan keluarga); kepuasan kerja (kepuasan dalam bekerja dan berkarya sebagai bagian organisasi); dan kompensasi (uang dan manfaat intrinsik yang diterima sebagai kontra prestasi kerja kita). Dari situ kita dapat memilih, mana yang lebih menjadi prioritas yang dijalankan dengan penuh kesadaran akan makna dan konsekuensinya. Selanjutnya, cari perusahaan atau organisasi yang sesuai dengan prioritas kita.

Balik lagi ke passion. Masih menurut Rene, beberapa hal yang berkaitan dengan passion adalah bahwa akan mucul keunikan pada diri kita, segala aktivitas/hal yang sangat kita minati, berasal dari hati yang tulus, dijalankan dengan sepenuh hati, dan efek akhirnya adalah senang dan gembira! Passion merupakan anak tangga untuk memahami tujuan hidup. Jika kita mampu membuat tujuan hidup yang jelas, tegas dan mendetail, makan semakin besar kemungkinan terealisasinya tujuan tersebut.

Jika diaplikasikan dalam kehidupan berkarir saya, maka ada banyak antusiasme dalam diri saya. Diantaranya: organisasi, connecting with people, caring with others, music, travelling, photography, writing, psychology, new age, diskusi, entertainment, adventure, humour, batik, sharing information, gadgets, design interior, reading, car, kids clothes, etc. Saya termasuk orang yang suka mencoba hal-hal baru. Selalu ada antusiasme untuk mengetahui hal-hal yang belum pernah saya temui sebelumnya. Dari sekian banyak antusiasme saya, saya sudah memutuskan mana yang akan menjadi prioritas dalam hidup. Keputusan itu sudah ada sih, tapi rasanya cukup saya simpan di hati saya dan dijalankan demi mencapai tujuan hidup saya yang sesungguhnya. Semuanya sudah saya tuangkan dalam rencana hidup saya ke depan dan sudah mulai diaplikasikan sedikit demi sedikit.

Itu tentang passion saya. What about you??

Rabu, 16 Maret 2011

Belajar Membaca

Jauzi (4 tahun 10 bulan) sudah memasuki tahun ke-2 di sekolahnya. Dia memulai pelajarannya di tingkat play group. Mulai catur wulan yang lalu, di kelasnya sudah mulai diajarkan membaca. Well, sebetulnya itu diluar ekspektasi saya. Awalnya, saya berencana untuk mulai mengajarkannya membaca ketika ia telah siap, yaitu ketika berusia 5 tahun lebih. Saya pun mencari sekolah yang tidak terlalu membebankan banyak hal berat pada anak saya. Pengenalan huruf hanya sepintas lalu saya ajarkan. Prinsip saya, usia sekecil itu, proses belajar sebaiknya dengan metode yang alami. Seusia Jauzi, lebih banyak ditekankan pada sosialisasi terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya tapi dengan metode bermain. Tidak ada pemaksaan jika si anak belum terlalu berminat. Toh waktu jaman saya masih kecil, membaca mulai diajarkan saat saya menginjak bangku sekolah dasar. Saya tidak merasa ada yang salah dengan itu. Saya juga tumbuh seperti lazimnya anak-anak seusia saya (bahkan saya tergolong berprestasi di kelas). Hehehe...kok jadi narsis gini ya?

Kembali lagi ke masalah membaca. Ketika saya mengambil raport catur wulan yang lalu, saya mendapat titipan pesan dari wali kelasnya untuk lebih ekstra membimbing anak saya dalam hal membaca. Teman-temannya sudah mulai membaca ba bi bu be bo. Sedang Jauzi, huruf saja masih belum hafal? Kembali saya tekankan, argumentasi saya di atas yang dikonfrontir dengan alasan tuntutan kurikulum. Kata beliau, di sekolah anak saya, untuk tingkat TK A, bobot pelajarannya setaraf tingkat TK B. Untuk siswa/i TK B, bobot pelajarannya setaraf dengan anak sekolah dasar. Oh me God!!

Akhirnya saya menyerah. Saya mulai mengajarkan Jauzi membaca. Saya beli berbagai buku metode membaca, berbagai poster yang berisi huruf-huruf dan abjad dan juga berbagai permainan yang dapat menstimulusnya untuk mengenal huruf dan belajar membaca. Is it works? Not yet, sorry. Sempat juga ia mogok sekolah karena katanya Miss-nya galak. Dia tidak boleh pulang kalau belum bisa baca. Itu sedikit membuatnya trauma ke sekolah. Saya pun beberapa kali menerima surat cinta dari wali kelasnya, yang melaporkan tentang perkembangan proses belajarnya dalam membaca.

Sekarang ini Jauzi sudah mulai mengenal banyak huruf. Menulis pun sudah lumayan (lumayan bisa terbaca maksudnya). Untuk pengenalan ba bi bu be bo, juga sudah saya ajarkan. Yang bagian bawah diajarkan, yang bagian atas dia lupakan. Duhhh...harus sabarrrr kalau sedang mengajarkannya membaca. Tapi anehnya, kalau mengaji dan membaca buku Iqro, dia lancarrr banget nget nget. Dia juga terlihat semangat kalau mengaji. Hafalan surat-surat pendek juga sudah lumayan. Pemahaman akan agamanya, bisa diacungkan jempol. Dia lumayan sering menjadi alarm saya untuk mengerjakan sholat wajib. Tadi saja saat saya sedang menulis ini, dia mengigau dengan menyebut La Ilaha Illallah. Subhanallah...patutnya saya bersyukur, diberi kenikmatan melalui titipan-Nya ini.

Sebelum tidur, Jauzi sempat minta diajarkan membaca kembali. Kembali saya teringat akan pesan dari Miss-nya di sekolah, yaitu agar lebih tekun lagi mengajarkan Jauzi membaca. Tentunya pesan ini juga menyelipkan pesan sponsor, bahwa di sekolahnya ada kursus calistung (baca tulis hitung) yang diadakan setelah jam pelajaran selesai. Rasanya saya hampir menyerah, dengan mendaftarkannya pada kursus calistung di sekolahnya. Hanya saja yang menjadi concern saya adalah waktu belajarnya yang menjadi sangat panjang. Bayangkan, anak TK A, baru selesai sekolah jam 14.30 kalau dia mengikuti kursus calistung di sekolah. Jauzi juga menampakkan raut keberatan kalau diajak berdiskusi tentang kursus calistung yang tentunya akan menyita jatah waktu tidur siangnya. Selain itu, nampaknya dia juga kurang enjoy berlama-lama di sekolahnya (dugaan saya karena ia kurang sreg dengan guru dan teman-temannya).

Permasalahannya bukan pada kemauannya (ia sangat rajin minta diajarkan membaca), tapi lebih kepada kurang fokus dan konsentrasi dirinya pada bahan yang sedang saya ajarkan. Rasanya saya harus lebih banyak belajar mengenai psikologi anak yang berkaitan dengan pendidikan. Mungkin juga saya harus lebih banyak meluangkan waktu saya untuk mengajarinya membaca dengan metode yang cocok dengan perkembangan usianya. Saya kok yakin ya, bahwa semua anak pasti akan bisa membaca pada waktunya, tanpa harus dipaksa (teteup).

Akhirnya,

Friendship, Love and Pray

Bulan ini masih dapat dikategorikan sebagai bulannya hujan turun. Walaupun keadaan cuaca di Bumi sangat ekstrem, pagi panas terik lalu siang menjelang sore bisa turun hujan, tetap saja ini musim penghujan. Yah musim hujan kadang punya banyak cerita yang dapat dibagi. Ini salah satunya.

Beberapa minggu terakhir, cuaca hati saya semendung cuaca dalam arti yang sesungguhnya. Kalau dikupas dari judul entrinya, itu merupakan plesetan dari film yang terilhami dari buku Eat, Pray and Love. Versi saya dimulai dari "friendship" yang terbina akibat ada beberapa kecocokan dan kenyamanan. Friendship atau persahabatan kami bermula dari area pekerjaan atau lebih tepatnya di kantor. Kemudian, tidak hanya di kantor kami menghabiskan waktu bersama. Selepas jam kantor, kami sering jalan bersama atau berputar-putar mengukur jalan, hanya untuk sekedar berbagi cerita tentang banyak hal. Yang sepele maupun yang menguras otak. Waktu berjalan, hari, bulan dan bahkan tahun telah kita lalui bersama.

Saya selalu percaya, bahwa segala sesuatunya itu akan selected by nature. Sifat kami satu sama lain berbeda 360 derajat. Masing-masing paham akan kekurangan dan kelebihan dari tiap individu. Bahkan saya belajar dari kelebihan sahabat saya itu untuk menutupi sedikit demi sedikit kekurangan saya. Kedekatan yang begitu nyata, ketulusan yang terjalin, susah senang, kami lalui bersama. Tidak selalu mulus memang. Kadang riak kecil datang menyapa. Dus, kami tetap lalui bersama.

Persahabatan itu menciptakan rasa sayang dalam artian sayang yang sesungguhnya atau love dalam bahasa Inggrisnya. Ada rasa sakit jika sahabat saya tersakiti. Ada rasa senang kalau sahabat saya bahagia. Walau hanya dengan membagi sedikit jokes, melihat senyum yang muncul, terasa terpuaskan hati ini. Saya selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sahabat-sahabat saya.

Bersahabat berarti saling mendukung dalam kebaikan. Bahkan ketika salah seorang sahabat akan pergi jauh dari pandangan mata saya sehari-hari, kehadirannya selalu ada di hati saya. Walau jarak memisahkan, saya akan selalu menghadirkannya di relung jiwa. Walau dengan segala keterbatasan kami, semoga, hati kami akan selalu menyatu. Menyatu untuk saling percaya, bahwa persahabatan yang tulus itu akan selalu ada. Bahwa nun jauh di sana dan di dekat sini, akan selalu ada sahabat yang membawa namanya dalam setiap doa-doanya. Selalu berharap akan pencapaian yang terbaik yang dapat diraih dalam hidup.

Ok, rasanya saya harus berhenti menulis sekarang. Meski saat saya menulis ini, di luar sana, cuaca sedang tidak hujan, tapi saya tak dapat membendung limpahan air mata saya. Saya memang sentimentil, apalagi kalau cuaca hati dan alam sedang mendung. Last but not least, Selamat jalan sahabat!! Dimanapun dirimu berada, you can count on me...

Ps. Don't forget to remember me.