Rabu, 16 Maret 2011

Belajar Membaca

Jauzi (4 tahun 10 bulan) sudah memasuki tahun ke-2 di sekolahnya. Dia memulai pelajarannya di tingkat play group. Mulai catur wulan yang lalu, di kelasnya sudah mulai diajarkan membaca. Well, sebetulnya itu diluar ekspektasi saya. Awalnya, saya berencana untuk mulai mengajarkannya membaca ketika ia telah siap, yaitu ketika berusia 5 tahun lebih. Saya pun mencari sekolah yang tidak terlalu membebankan banyak hal berat pada anak saya. Pengenalan huruf hanya sepintas lalu saya ajarkan. Prinsip saya, usia sekecil itu, proses belajar sebaiknya dengan metode yang alami. Seusia Jauzi, lebih banyak ditekankan pada sosialisasi terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya tapi dengan metode bermain. Tidak ada pemaksaan jika si anak belum terlalu berminat. Toh waktu jaman saya masih kecil, membaca mulai diajarkan saat saya menginjak bangku sekolah dasar. Saya tidak merasa ada yang salah dengan itu. Saya juga tumbuh seperti lazimnya anak-anak seusia saya (bahkan saya tergolong berprestasi di kelas). Hehehe...kok jadi narsis gini ya?

Kembali lagi ke masalah membaca. Ketika saya mengambil raport catur wulan yang lalu, saya mendapat titipan pesan dari wali kelasnya untuk lebih ekstra membimbing anak saya dalam hal membaca. Teman-temannya sudah mulai membaca ba bi bu be bo. Sedang Jauzi, huruf saja masih belum hafal? Kembali saya tekankan, argumentasi saya di atas yang dikonfrontir dengan alasan tuntutan kurikulum. Kata beliau, di sekolah anak saya, untuk tingkat TK A, bobot pelajarannya setaraf tingkat TK B. Untuk siswa/i TK B, bobot pelajarannya setaraf dengan anak sekolah dasar. Oh me God!!

Akhirnya saya menyerah. Saya mulai mengajarkan Jauzi membaca. Saya beli berbagai buku metode membaca, berbagai poster yang berisi huruf-huruf dan abjad dan juga berbagai permainan yang dapat menstimulusnya untuk mengenal huruf dan belajar membaca. Is it works? Not yet, sorry. Sempat juga ia mogok sekolah karena katanya Miss-nya galak. Dia tidak boleh pulang kalau belum bisa baca. Itu sedikit membuatnya trauma ke sekolah. Saya pun beberapa kali menerima surat cinta dari wali kelasnya, yang melaporkan tentang perkembangan proses belajarnya dalam membaca.

Sekarang ini Jauzi sudah mulai mengenal banyak huruf. Menulis pun sudah lumayan (lumayan bisa terbaca maksudnya). Untuk pengenalan ba bi bu be bo, juga sudah saya ajarkan. Yang bagian bawah diajarkan, yang bagian atas dia lupakan. Duhhh...harus sabarrrr kalau sedang mengajarkannya membaca. Tapi anehnya, kalau mengaji dan membaca buku Iqro, dia lancarrr banget nget nget. Dia juga terlihat semangat kalau mengaji. Hafalan surat-surat pendek juga sudah lumayan. Pemahaman akan agamanya, bisa diacungkan jempol. Dia lumayan sering menjadi alarm saya untuk mengerjakan sholat wajib. Tadi saja saat saya sedang menulis ini, dia mengigau dengan menyebut La Ilaha Illallah. Subhanallah...patutnya saya bersyukur, diberi kenikmatan melalui titipan-Nya ini.

Sebelum tidur, Jauzi sempat minta diajarkan membaca kembali. Kembali saya teringat akan pesan dari Miss-nya di sekolah, yaitu agar lebih tekun lagi mengajarkan Jauzi membaca. Tentunya pesan ini juga menyelipkan pesan sponsor, bahwa di sekolahnya ada kursus calistung (baca tulis hitung) yang diadakan setelah jam pelajaran selesai. Rasanya saya hampir menyerah, dengan mendaftarkannya pada kursus calistung di sekolahnya. Hanya saja yang menjadi concern saya adalah waktu belajarnya yang menjadi sangat panjang. Bayangkan, anak TK A, baru selesai sekolah jam 14.30 kalau dia mengikuti kursus calistung di sekolah. Jauzi juga menampakkan raut keberatan kalau diajak berdiskusi tentang kursus calistung yang tentunya akan menyita jatah waktu tidur siangnya. Selain itu, nampaknya dia juga kurang enjoy berlama-lama di sekolahnya (dugaan saya karena ia kurang sreg dengan guru dan teman-temannya).

Permasalahannya bukan pada kemauannya (ia sangat rajin minta diajarkan membaca), tapi lebih kepada kurang fokus dan konsentrasi dirinya pada bahan yang sedang saya ajarkan. Rasanya saya harus lebih banyak belajar mengenai psikologi anak yang berkaitan dengan pendidikan. Mungkin juga saya harus lebih banyak meluangkan waktu saya untuk mengajarinya membaca dengan metode yang cocok dengan perkembangan usianya. Saya kok yakin ya, bahwa semua anak pasti akan bisa membaca pada waktunya, tanpa harus dipaksa (teteup).

Akhirnya,

Tidak ada komentar: