Jumat, 14 November 2008

...please don't go!!!

Beberapa minggu yang lalu, kami sempat dikejutkan oleh sebuah peristiwa yang menyadarkan saya, bahwa saya kurang memperdulikan amanah yang dititipkan Allah SWT. Begini ceritanya...
Senin, Oct' 20, 08
Pagi hari, Zayyan mulai demam. Hari minggu yang lalu sempat kami bawa jalan2 bersilaturahmi. Siang harinya, oleh si mbak diberi parasetamol tanpa sepengetahuan saya. Ketika saya pulang kerja, badannya agak sedikit hangat. Demamnya mulai merambat naik (38.5 C) pada malam hari. Terpaksa, karena rewel, saya berikan parasetamol lagi.
Selasa, Oct'21, 08
Seperti biasa, pagi hari merupakan hari yang sibuk bagi saya. Memasak bubur Zayyan, menyiapkan makanan untuk orang dirumah, dan bersiap-siap ke kantor. Selesai mandi, ketika saya sedang bersiap berangkat kerja, sekilas saya melihat Zayyan yang sedang digendong si mbak sambil disuapi. Kondisinya masih rewel, dan suhu tubuhnya sekitar 37 C. Sambil terkantuk-kantuk dan mulutnya bergumam, ia disuapi oleh si mbak. Ketika itu saya masih berada dikamar. Sepintas, saya mendengar si mba berteriak2 memanggil suami saya yang sedang membaca koran di ruang tamu.
Mbak : "Pak...pak...tolong pak!! Ini Zayyan pak....
Suami: "Kenapa mba??" Ya Allah...kenapa nak?? Zayyan...Zayyan...ayo nak...
Saya : "Kenapa bang?? Ya Allah...Zayyan...aduh nak...ayo, bangun!! Zayyan...Zayyan...
Ketika keluar kamar, saya menemui wajah anak saya yang sudah biru dengan mata yang berputar ke atas (yang tampak hanya putihnya saja), dan badan yang sedikit kaku. Kontan, saya kaget dan panik.
Saya : "Zayyan...ya Allah, kenapa bang?? Kita bawa ke dokter aja!"
Suami: Sambil menepuk2 pundak Zayyan dan menengkurapkannya, hingga ia muntah. Ketika didirikan, masih tampak raut wajah yang membiru disertai biji mata yang berbalik ke atas.
Saya : "Ayo kita ke dokter sekarang!"
Bergegaslah kami ke salah satu rumah sakit terdekat dengan mengendarai motor. Inginnya sih membawa ke dokter spesialis anak langganan kami. Tapi apa daya, dokter tersebut tidak praktek dirumahnya pada pagi hari.
Di perjalanan, saya tepuk2 wajah anak saya sembari menyebut2 namanya.
Sesampainya di rumah sakit, kondisi Zayyan sudah mulai membaik. Hanya rewelnya saja yang masih tersisa. Karena itu kami memutuskan untuk ke dokter spesialis anak yang praktek, walaupun ternyata belum datang. Ketika sampai pada giliran kami:
Dokter : "Apa keluhannya bu?"
Saya : "Begini dok...(saya mulai bercerita kronologis peristiwa tadi)"
Dokter : "Saya periksa dulu ya bu!"...
"Ehm...batuknya udah berapa lama ya bu?"
Saya : "Baru senin kemarin kok dok!"
Dokter: "Ini anaknya ada batuk dan pilek"
Suami: "Kalo peristiwa yang tadi itu penyebabnya apa ya dok? Trus, perlu pemeriksaan lanjutan tidak?"
Dokter: "Anaknya agak sedikit demam bu. Kemungkinan karena batuk pileknya. Ini saya resepkan obat dan antibiotik."
Saya dan suami (bergumam dalam hati): "Capek deh...gitu juga mah gw tau kalee..."
Dokter:"bla...bla...bla...(sibuk mengoceh sendiri karena saya sibuk menenangkan anak saya yang menangis dan suami sibuk ngedumel sendiri. Yang teringat hanya ucapannya yang selalu diakhiri dengan kata "BU").
Akhirnya saya dan suami keluar ruangan praktek setelah dihadiahi selembar resep yang didalamnya penuh dengan rincian obat. Prosedur di rumah sakit tersebut, mengharuskan pasien menebus obat di apotik terlebih dahulu ketika membayar dikasir.
Sepulangnya dari rumah sakit, suami tampak masih kecewa dengan jawaban dokter tadi.
Suami: "Kalo begitu doang mah gw juga tau...dokter apaan tuh!"
Saya: "Yah...dokterkan beda2. Mungkin dia dokter baru. Pengalamannya masih minim."
Suami: "Udah...obatnya diminumin aja!Nanti sore kita ke dokter T***"
Saya : "Kalo batuk pilek mah ga ada obatnya. Yang penting istirahat yang cukup sama banyak2 minum. Batuk pilek kok dikasih antibiotik."
Akhirnya, karena suhu tubuh Zayyan masih tinggi, saya berikan kembali parasetamolnya.
Keesokan harinya, alhamdulillah, suhu tubuh Zayyan lumayan stabil walaupun masih sedikit hangat. Tak henti2nya saya bersyukur pada Allah SWT, bahwa saya masih diberi kesempatan melihat, memeluk, mengurusi kedua anak saya. Dan mudah2an terus diberikan-NYA kekuatan agar dapat membesarkan dan membimbing anak2 ke jalan yang di ridhoi-NYA. Tak lupa saya terus mengintropeksi diri, bahwa mungkin saya bersikap agak tidak adil terhadap Zayyan mengingat saya juga tidak mau Jauzi berpikir bahwa semenjak memiliki adik, perhatian kami akan berpaling. Saya sadar bahwa kedua anak saya masih sama2 butuh perhatian. Tinggal bagaimana kami bisa bersikap adil terhadap mereka.
Ya Allah....terima kasih atas rezeki yang telah Engkau berikan kepadaku....izinkan hamba-MU ini meminta belas kasih-MU aga hamba terus diberikan kesempatan mengemban amanah-MU...amien...

Tidak ada komentar: